13 Agustus 2014
Jakarta, dpd.go.id – Mahkamah Konstitusi (MK) akan profesional dalam arti administratif legalitas yang formal, bila ada permohonan yang dikabulkan hanya secara administrasi formal yang bisa dibuktikan di depan pengadilan. Demikian prediksi Prof. DR. Farouk Muhammad terhadap Sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dalam Dialog Kenegaraan di Coffee Corner DPD RI, Rabu (13/8/2014).
Selain memprediksikan hal tersebut, Farouk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Nusa Tenggara Barat menyebutkan sesuai dengan aspirasi bangsa, Dia berharap putusan MK bukan tentang menang atau kalah tetapi MK berperan menjadi corrective actor yaitu MK melakukan tindakan koreksi tanpa melihat efektif dan efisien tetapi melihat atas kebenaran.
MK yang memulai sidang gugatan PHPU dari tanggal 6 sampai dengan 21 Agustus mendatang menuai banyak prediksi. DPD RI ikut berkontribusi dengan menyelenggarakan Dialog Kenegaraan yang bertema “Menerka Putusan Mahkamah Konstitusi (Sengketa Pemilu 9 Juli 2014)” antara lain membahas prediksi dan harapan putusan MK terhadap gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Selain Farouk, hadir juga sebagai pembicara, Agun Gunanjar Sudarsa (Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar), Chusnul Mar’iyah (mantan Komisioner KPU Pusat/Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), dan Hermawanto (Advokat/Pengacara Sengketa Pemilu/Direktur Institut Inisiatif).
Pada kesempatan yang sama, Agun Gunanjar Sudarsa mengharapkan MK menjadikan kesempatan ini untuk mengembalikan marwah/jati diri menjadi lembaga yang teruji dan terpercaya. MK mampu memberikan optimisme baru untuk menegakkan konstitusi di Indonesia.
Dalam prediksi memutus perkara Pemilihan Presiden (Pilpres) Agun mengungkapkan pertama, “Sembilan Hakim MK tidak bisa hanya melihat dengan locus, tempus delicti (tempat dan waktu terjadinya tindak perkara) atas sebuah peristiwa semata. Tetapi MK sedang memutus perkara politik dan dalam perkara politik tidak bisa tunggal, tapi proses,” ujar Agun.
Kedua, melihat pengalaman proses uji pemilu legislatif (pileg), secara faktual penyelenggara pileg diberikan sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tetapi di MK permohonan yang diajukan tersebut tidak dikabulkan. Hakim hanya melihat alat bukti formil yang disampaikan di depan sidang. “Bila melihat pengalaman di Pemilu Legislatif, silahkan anda prediksi,” tutur Agun.
Mantan Komisioner KPU Pusat pada Pemilu 2004, Chusnul Mar’iyah menyebutkan prinsip pemilu adalah jujur dan adil. Yang perlu diperhatikan dalam sistem pemilu adalah data pemilih karena sumber dari pelanggaran pemilu berawal dari data pemilih yang bisa digelembungkan atau dirampingkan dan berapa perbedaan jumlah pemilih antara pileg dengan pilpres. “Penyelenggara pemilu dan seluruh komponen bisa melakukan pelanggaran. Tetapi bagaimana kita mengantisipasi hal tersebut untuk mengambil pelajaran penting demi pemilu ke depan,” ujar Chusnul.
sumber : http://www.dpd.go.id/berita-dialog-kenegaraan-dpd-ri-prediksi-putusan-mahkamah-konstitusi